Jumat, 28 Februari 2020

MEKANISME REAKSI ELIMINASI E2

Hello semuanya, pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang reaksi eliminasi, tentunya kita sudah sering mendengar apasih eliminasi?. Dimana ada jumlah dari anggota misalnya itu berkurang. Jadi juga sama dengan reaksi ada hidrogen yang berkurang, tapi hidrogen yang berkurang itu mengakibatkan terbentuknya ikatan baru. Contohnya pada reaksi eliminasi alkil halida. Dimana reaksi eliminasi ini dibantu oleh bantuan basa. Reaksi eliminasi ini disebut dengan reaksi dehidrohalogenasi.

Setelah reaksi substitusi yang kita pelajari minggu lalu, terdapat pula reaksi eliminasi yang dilambangkan dengan E dimana reaksi eliminasi ini terdapat dari 2 reaksi yaitu reaksi E1 dan E2. Namun pada pembahasan kali ini kita akan membahas tentang reaksi reaksi eliminasi E2. Sama halnya mekanisme SN2, mekanisme E2 ialah prose satu langkah. Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, seperti –OH dan –OR, dan temperatur tinggi. Bila alkil halida direaksikan dengan basa (ion hidroksida ) atau alkoksi (RO-) maka akan terjadi produk eliminasi, hal ini akan terlihat pada gambar :



Basa (B) menyerang atom H dan mulai mengikat H dan pada saat yang sama ikatan rangkap dua terbentuk, ketika itu pula gugus halida mulai melepaskan diri. Selanjutnya alkena akan terbentuk ketika ikatan C-H putus sempurna dan gugus X terlepas dari C-X  dengan membawa pasangan elektron.

Seringkali reaksi E2 dikatakan sebagai eliminasi beta (β). Dimana kata atau istilah ini mencerminkan hidrogen mana yang lepas atau dibuang dalam  reaksi ini. Berbagai macam atom karbon dan hidrogen  dalam sebuah molekul ditandai dengan simbol dengan alfabet Yunani yaitu α, β, dan seterusnya. Dalam suatu reaksi eliminasi, sebuah atom hidrogen beta (β) dibuang dan terbentuk alkena.

Karbon dan hidrogen (β) --àdilingkari:



Contoh :


Dalam reaksi E2 alkil halida tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. 

   Primer                sekunder            Tersier
--------------------------------------------->
                   naiknya laju E2

Bukti eksperimen yang membantu orang memahami mekanisme E2 ialah perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halida berdeuterium dan tak berdueterium. Perbedaan dalam laju reaksi antara senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut efek isotop kinetik. Deuterium (12H, atau D) ialah isotop hidrogen yang intinya terdiri dari satu proton dan satu  neutron. Ikatan C-D lebih kuat dari pada ikatan C-H sebanyak 1,2 kkal/mol. Dimana telah dibuktikan bahwa pemutusan ikatan C-H adalah bagian integral dari tahap penentu laju dari suatu reaksi E2.


Referensi

Fessenden, Ralp J dan Joan S Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. dkk. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.Riswiyanto. 2015. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.




Permasalahan :

1.      Dalam suatu reaksi eliminasi sebuah atom hidrogen betta (β) dibuang dan terbentuk alkena. Masalahnya ketika ada lebih dari satu jenis karbon B (betta) yang mengandung hidrogen sebagai contoh yaitu pada senyawa 2-Bromo-2Metil Butana manakah carbon betta (β) yang harusnya membentuk alkena dan jika sudah didapatkan mengapa carbon betta (β) tersebut?

2.      Pada reaksi mekanisme  E2, ia memerlukan suhu yang tinggi pada reaksinya, mengapa demikian dan tolong berikan kisaran suhu berapa agar reaksi E2 bisa terjadi?

3.      Pada penjabaran diatas pada mekanisme E2 kita perlu memahami perbedaan laju eliminasi antara alkil halida  berdeuterium dan tak berdeuterium. Dimana deuterium (12H, atau D) ialah isotop hidrogen yang intinya terdiri dari satu proton dan satu neutron. Dimana pada paparan diatas dikatakan bahwa ikatan C-D lebih kuat dari pada ikatan C-H mengapa demikian?

Minggu, 16 Februari 2020

Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik (Sn1)


Mekanisme SN1 disebut proses dua langkah. Dimana pada langkah pertama yang berjalan lambat , ikatan anatara karbon dan gugus pergi putus sewaktu substrat ini berdisosiasi (mengion).
Elektron dari ikatan C-L pergi bersama gugus pergi, dan terbentuk karbokation. Pada langkah kedua yang berlangsung cepat, karbokation bergabung dengan nukleofili menghasilkan produk.

Bila nukleofili berupa molekul netral, seperti air atau alkohol, lepasnya satu proton dari oksigen nukleofilik pada langkah ketiga menghasilkan produk akhir.
Contoh ini adalah mekanisme reaksi SN1 dari 2-bromo-2-metil propana dengan H2O

Berikut ciri-ciri mengenali apakah nukleofili tertentu dan substrat bereaksi melalui mekanisme SN1 :
1.      Laju reaksi tak bergantung pada konsentrasi nukleofili, reaksi SN1 disebut juga reaksi orde satu. Langkah pertama ialah penentu laju, dan nukleofili tidak terlibat dalam langkah ini. Dengan demikian, kendala dalam laju reaksi ialah laju pembentukan karbokation, bukan laju reaksinya dengan nukleofili, yang berlangsung sangat cepat,.

2.      Jika karbon pembawa gugus pergi merupakan stereogenik, reaksi berlangsung terutama dengan hilangnya aktivitas optis artinya dengan rasemisasi. Karbokation intermendiet berbentuk planar dan akiral. Gabungan dengan H2O  dari atas atau bawah sama peluangnya. Masing-masing menghasilkan alkohol R dan S dalam jumlah yang sama.

3.      Reaksi paling cepat bila gugus alkil pada substrat keadaanya tersier dan paling lambat bila primer. Alasannya ialah karena reaksi SN1 berlangsung melalui karbokation sehingga urutan reaktivitasnya sama dengan urutan kestabilan karbokation (3֯ > 2֯ > 1֯). Artinya, semakin mudah pembentukan karbokation, semakin cepat reaksi berlangsung. Reaktivitas SN1 juga sejalan dengan karbiokation yang terstabilkan resonansi, seperti karbokation alilik dan reaksi SN1 kurang menyukai karbokation aril dan vinil halida.

Efek pelarut terhadap reaksi SN1 adalah sejauh mana pelarut dapat menstabilkan intermediet karbokation. Molekul pelarut mengorientasikan dirinya diseputar kation sehingga muatan negatif akan berhadapan dengan muatan positif substratnya. Reaksi SN1 berlangsung lebih cepat dalam pelarut polar dibandingkan dalam pelarut nonpolar. Contohnya dapat dilihat pada reaksi antara 2-kloro-2-metilpropana Ddengan pelarut sebagai berikut.

(CH3)3CCl   +  ROH  -----> (CH3)3COR   +  HCl

Urutan kereaktifan reaksi diatas dalam pelarut yang berbeda adalah sebagai berikut:
Air             larutan  etanol 80%                   larutan etanol 40%                   etanol
Paling reaktif  <------------------  Kurang reaktif

Referensi 
Hart, Harold. dkk. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Riswiyanto. 2015. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Permasalahan
1.      Mengapa pada Reaksi SN1 laju reaksi tak bergantung pada konsentrasi nukleofili?
2.      Mengapa reaktivitas SN1 kurang menyukai karbokation aril dan vinil halida?
3.      Mengapa dalam polar reaksi  SN1 lebih cepat berlangsung dibandingkan dalam pelarut non polar?

Minggu, 09 Februari 2020

MEKANISME REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK SN2


Tentunya kalian tak asing lagi dengan reaksi substusi bukan? Ya reaksi substitusi nukleofilik merupakan reaksi yang mudah dan digunakan dalam sintesis organik. Reaksi subsitusi nukleofilik (SN) adalah reaksi khas yang dijumpai dengan suatu alkil halida yang berikatan dengan reagen yang kaya elektron (nukleofil). Nukleofil yang paling sering dijumpai ialah oksigen, nitrogen, sulfur, halogen, dan nukleofili karbon.

R : X  + :B-  -> :X-
Contoh : CH3Br  +  :OH-  ->   CH3OH  +  :Br-

Pada reaksi bimolekular SN diatas, reaksi (SN2) melibatkan benturan langsung antara nukleofil (:OH-) dan karbon yang mempunyai halida. Namun perlu diingat reaski akan berlangsung jika terjadi tumbukan antara substrat dan pereaksi. Dalam setiap reaksi selalu ada hubungan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi.  Reaksi yang berlansung pada suhu dan konsentrasi tertentu akan menghasilkan kecepatan reaksi tertentu. Kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi nukleofili maupun substrat. Contohnya pada reaksi diatas jika konsentrasi OH- kita lipatkan dua kali, maka frekuensi tumbukan antara kedua zat yang bereaksi juga akan menjadi dua kalinya, sehingga kecepatan reaksinya juga menjadi dua kalinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi kedua zat yang bereaksi. Pada kasus diatas, reaksi tersebut dinamakan reaksi orde dua (reaksi substitusi bimolekuler [SN2]).

Terdapat hal penting harus diketahui dari reaksi SN2 pada alkil halida primer dan sekunder yaitu:
1.       Terjadi reaksi inversi pada atom karbon pusat
2.       Reaksi substitusi berlangsung mengikuti orde-2
Catatan : reaksi akan paling cepat terjadi bila gugus alkil pada substrat berupa metil atau primer dan paling lambat bila berupa tersier. Sedangkan alkil halida sekunder bereaksi dengan laju pertengahan.
Dengan demikian, persamaan reaksinya adalah :
Kecepatan reaksi = k x [RX] x [Nu-]

Mekanismenya


Nukleofil OH menggunakan pasangan elektronnya untuk menyerang atom C alkil halida dari arah yang berlawanan dengan Br membentuk keadaan transisi, dengan seolah-olah menjadi ikatan baru dan seolah-olah ikatan lama terlepas. Tata letak ruang pada atom C berubah berlawanan ketika ikatan C-OH terbentuk secara utuh dan ion Br terlepas dari ikatan C-Br dengan membawa pasangan elektron. Pada reaksi diatas terlihat bahwa ion Br lepas sehingga terbentuk (R)-2-butanol.

Reaksi berlangsung dalam satu langkah, dimana ikatan pada gugus pergi mulai putus bersamaan dengan terbentuknya ikatan pada nukleofil. Gugus pergi adalah gugus yang meninggalkan molekul karena tolakan dari nukleofil. Gugus pergi yang baik adalah yang dapat menstabilkan muatan negatif. Reaksi SN2 berlangsung melalui keadaan transisi. Dimana hambatan ruang dan substrat menjadi sangat penting dalam berlangsungnya reaksi. Makin besar substrat, semakin sulit pula reaksi terjadi ini dikarenakan atom karbon menjadi terlindungi.



Derajat kesulitan serangan nukleofilik dari metil bromida sampai ke alkil tersier terlihat dari kecepatan relatif di bawah ini.


Referensi 
Hart, Harold. dkk. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Riswiyanto. 2015. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Kling, Larry B. 2008. Organic Chemistry I. 
USA: REA. 
Permasalahan
1.       Pada isi blog di atas dikatakan bahwa reaksi akan paling cepat terjadi bila gugus alkil pada substrat berupa metil dan paling lambat bila berupa tersier , mengapa demikian ?
2.       Pada reaksi Sn2 disampaikan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi nukleofili dan substrat, mengapa demikian?
3.       Mengapa reaksi Sn2 berlangsung melalui keadaan transisi?


Minggu, 02 Februari 2020

STEREOKIMIA

Pada materi kali ini kita akan membahas materi stereokimia. What is stereocheimistry ? Jadi apa sih stereokimia itu? Stereokimia sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur 3D (tiga dimensi) suatu molekul. Secara sederhana, ketika menggambarkan molekul senyawa kimia dengan bentuk 3D, kita sedang mendalami ilmu stereokimia. Memahami bentuk 3D senyawa kimia diperlukan untuk mengetahui putaran optik senyawa kimia. Hal ini bertujuan agar kita mampu membedakan antara senyawa obat dan racun.

Stereokimia erat kaitannya dengan isomer dimana isomer memliki definisi “suatu molekul dengan jumlah atom dan jenis atom yang sama tetapi berbeda susunan-susunan atomnya”. Ada dua macam isomer diantaranya:
1.       Isomeri struktural -> Isomer yang berbeda urutan atau susunannya tapi terikat satu sama lain.
2.       Isomeri ruang -> Isomer yang berbeda pada tata letak atom C di dalam ruang.

Isomer struktural dapat dibedakan menjadi 4 yaitu
1.       Isomer rantai
Isomer rantai adalah isomer-isomer yang memiliki perbedaan pada struktur rantai Cnya. 
Contohnya :

 2. Isomer posisi
Isomer posisi adalah isomer-isomer yang punya rantai yang sama, tetapi berbeda pada letak gugus fungsi atau substituennya, namun tidak mengubah kerangka atom karbonnya. 
Contohnya :

3.       Isomer gugus fungsi
Isomer gugus fungsi adalah isomer-isomer dengan rumus molekul yang sama, tetapi gugus fungsinya berbeda. 
Contohnya :


4.       Metameri
Metameri adalah isomer-isomer yang berbeda pada gugus alkilnya. 
Contohnya :

Isomer Ruang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
1.       Isomer geometri
Untuk jenis isomer ini hanya dimiliki pada senyawa alkena dan senyawa siklik. 
Contoh isomer geometri:


Selain isomer cis-trans, isomer ini juga dikenal tata nama isomer dengan menggunakan awalan E (entgegen) yang stara dengan trans dan Z (zusammen) yang setara dengan cis. Atom yang memiliki nomor atom yang tinggi diberi prioritas utama sebagai L, sedangkan atom dengan nomor atom yang lebih rendah diberi prioritas sebagai S. 
Contoh: 
 Contoh:

2.       Isomer optik
Pada isomer geometri cis-trans terdapat perbedaan sifat fisik maupun kimia. Pada isomer optik keduanya memiliki sifat yang sama, dan perbedaannya terletak pada kemampuan untuk mempolarisasikan cahaya apakah akan dipolarisasikan searah putaran jarum jam (+) atau berlawanan arah putaran jarum jam (-).
Bila suatu atom karbon yang terhibridisasi sp3 dikelilingi oleh empat buah atom/gugus yang berbeda maka dikatakan bahwa atom karbon tersebut bersifat asimetris atau disebut juga atom karbon pusat stereogenik atau atom karbon khiral. Khiral sendiri diambil dari bahasa yunani “cheir” yang artinya tangan manusia. Di sini khiral berarti tidak dapat ditumpangtindihkan satu sama lain dengan persis sama layaknya tangan kanan dan kiri. Namun bila dari keempat atom atau gugus yang mengelilingi atom karbon sp3 tersebut ada dua atom/gugus yang sama maka atom karbon tersebut disebut akiral atau non stereogenik. Sifat dari atom karbon yang asimetris atau khiral yaitu dapat memutar bidang polarisasi cahaya,baik ke kanan ataupun ke kiri dan dapat dikatakan mempunyai kereaktifan optik atau kata lainnya aktif optis. Begitu pula sebaliknya untuk yang akiral dia dikatakan tak aktif optis karena tidak dapat memutar bidang polarisasi cahaya.  



Isomer optik sendiri disebut juga enantiomer, dan setiap enantiomer yang mempunyai sebuah atom C* atau pusat kiral, akan mempunyai pasangan sehingga akan membentuk sepasang “benda” dan “bayangan” yang tidak saling menutupi satu sama lain jika dihimpitkan atau didekatkan. Pasangan benda atau bayangan disebut pasangan enantiomer. Rumus jumlah enantiomer dari suatu senyawa yang mengandung n atom C* (khiral) adalah 2n sebagai contoh kelompok senyawa monosakarida golongan aldoheksosa yang mempunyai 4 buah atom C* berarti mempunyai 24= 16 enantiomer atau 8 pasang enantiomer.  


Konfigurasi
Selain isomer konfigurasi juga sangat diperlukan pada materi ini dikarenakan konfigurasi sendiri didefinisikan sebagai suatu metode untuk menggambarkan susunan ruang (tiga dimensi) atom-atom atau gugus-gugus pada atom karbon pusat stereogenik (“stereos” yang artinya ruang) atau atom C kiral. Konfigurasi sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu konfigurasi relatif dan konfigurasi absolut.

a.       Konfigurasi relatif
Konfigurasi ini disebut relatif karena cara penentuannya didasarkan atas perbandingan dengan senyawa pembanding. Senyawa pembanding yang digunakan disini adalah golongan karbohidrat dan asam amino. Contohnya D-gliseraldehida (dengan gugus OH disebelah kanan) dan L-gliseraldehida (dengan gugus OH disebelah kiri. Terlihat ada huruf D dan L di depan senyawa tersebut. Dimana D singkatan dari dextro, dari bahasa latin dexter yang artinya kanan, dan L singkatan dari levo, dari bahasa latin leavus yang artinya kiri.

b.      Konfigurasi absolut
Dikarenakan konfigurasi D dan L hanya berlaku pada senyawa-senyawa dari golongan karbohidrat dan asam amino, ditemukanlah konfigurasi absolut yang dicetuskan oleh tiga orang ahli kimia, yaitu Cahn (Inggris), Ingold (Swiss), dan Prelog (Swiss) mereka mengusulkan cara penentuan konfigurasi dari golongan senyawa yang lain yaitu dengan aturan, dimana aturannya berbunyi bahwa atom-atom utama dari keempat gugus yang terikat langsung dengan atom karbon pusat stereogenik (khiral) diurutkan atau diprioritaskan berdasarkan massa  molekulnya.  


Referensi : Riswiyanto. 2015. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 


permasalahan

1. Mengapa untuk jenis isomer geometri hanya terdapat pada senyawa alkena dan senyawa siklik?

2. Mengapa untuk menentukan prioritas urutan kita harus terikat dengan massa molekul?

3. Mengapa pada konfigurasi relatif yang mana terkenal dengan dengan konfigurasi relatif L dan konfigurasi relatif D hanya berlaku pada senyawa-senyawa dari golongan karbohidrat dan asam amino saja?